Minggu, 28 April 2013

Neonatus Resiko Tinggi


NEONATUS RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAANNYA
A.Kejang
PENGERTIAN
Kejang adalah gangguan sistem SSP lokal atau sistemik sehingga kejang bukan merupakan suatu penyakit, kejang merupakan tanda paling penting akan adanya suatu penyakit lain sebagai penyebab kejang.
Kejang adalah gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak disadari baik dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu rectal diatas 38°C atau suhu tubuh diatas 39°C yang disebabakan oleh proses Ekstra Kranium (diluar rongga tengkorak).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980),
Kejang demam, dalam istilah medis dikenal sebagai febrile konvulsi, adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38oC), yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar susunan saraf pusat). Penyakit ini paling sering terjadi pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.

ETIOLOGI
1. Gangguan vaskuler
a. Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.
b.Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di sub kranial atau subdural.
c. Trombosis
d. Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e. Sindroma hiperviskositas
2. Gangguan metabolisme
a. Hipokalsemia
b.Hipomagnesemia
c. Hipoglkemia
d. Amino Asiduria
e. Hipo dan hipernatremia
f. Hiperbilirubinemia
g.Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
3. Infeksi
a. Meningitis
b.Enchepalitis
c. Toksoplasma kongenital
d. Penyakit cytomegali inclusion
4. Toksik
a. Obat konvulsion
b.Tetanus
c. Echepalopati timbal
d. Sigelosis Salmenalis
5. Kelainan kongenital
a. Paransefali
b.Hidrasefali


6. Lain- lain
a. Narcotik withdraw
b.Neoplasma
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain :
1. Demam itu sendiri atau tinggi suhu badan anak
2. Efek product toksik dari pada mikroarganisme ( kuman dan virus ) terhadap otak.
3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Enhepalitis vital ( radang otak akibat virus ) yang ringan yang tidak diketahui atau enchepalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut diatas.
KLASIFIKASI
Secara umum dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Konvulsi akut ( Non rekuren)
Merupakan konvulsi yang sering terjadi pada neonatus. Seluruh tipe serangan konvulsi akut pada anak –anak dapat merupakan manisfestasi sementara penyakit akut yang melibatkan otak. Umumnya kejang demam terjadi setelah 6 bulan pertama kehidupan, namun dalam 2 – 3 tahun pertama insidennya terus menerus mencapai usia 6 – 8 tahun dan sesudah itu kejang itu menjadi jarang.
2. Konvulsi kronik ( Rekuren )
Dapat juga disebut epilepsi, terdapat 10 macam epilepsi :
a. Epilepsi Idiopatik
Gamabaran elektroenchepalografik terutama pada saat tidur, memperlihatkan abnormalitas umum pada 90 % anak dengan kejang idiopatik.
b. Epilepsi Organik
Dapat terjadi setelah kerusakan otak didapat pada masa pranatal, natal dan posnatal . anak sering memperlihatkan cacat motorik dan retardasi mental.
c. Epilepsi Tonik- Klonik
Kejang umum, datang spasme otot dengan fase tronik – klonik. Epilepsi ini dapat terjadi pada malam hari tanpa disadari klien.lidah atau gigi tergigit, nyeri kepala, darah dibantal atau tempat tidur basah oleh kemih dappat terjadi 1 – 2 hari.
d. Epilepsi ( Absenses )Petit Mal
Kehilangan kesadaran sementara, berputarnya bola mata ke atas, gerakan alis mata, kepala mengangguk , anggukan kepala sedikit gemetar pada otot – otot badan dan anggota tubuh.
e. Epilepsi Psikomotorik
Berupa gerakan motorik tetapi tidak berulang dan sering kompleks,sering didapatkan kepucatan disekitar mulut, pekikan nyaring atau usaha minta pertolongan dan lain- lain.
f. Kejang Partial Vokal ( Epilepsi Jackson )
Kejang ini dimulai pada suatu kelompok yang menyebar ke tempat lain, misalnya dari ibu jari ke jari yang lain, pergelangan tangan, lengan, wajah dan kemudian kaku yang sama.
g. Kejang Mioklonik Infantil
Terjadi sebelum usia 2 tahun dibagi menjadi 2 yaitu :
Jika tingkat perkemabangan tidak pernah normal terjadi pada usia 4 bulan, terdapat cacat serebelum kongenital atau sebab organik lainnya.
Jika anak tumbuh normal sampai usia 6 bulan atau lebih, memiliki kemampuan motorik yang baik namun dengan kemampuan bahasa dan penyesuaian yang buruk dibanding usia kronologisnya.
h. Kejang Mioklonik dan Akinetik
Biasanya melibatkan satu kelompok otot dan dikaitkan dengan hilangnya tonis postural tubuh secara mendadak.
i. Kejang Noktural
Mimpi buruk dan tidur berjalan ( somnambolisme ) paling sering terjadi pada saat tidur nyensyak yaitu 1- 2 jam setelah istirahat.
j. Kejang Induksi
Dengan terapi obat saja biasanya tidak memuaskan. Setelah anak belajar menarik perhatian dengan cara ini, maka sulit untuk mengubah sifat ini.
GAMBARAN KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kabanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar SSP : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, vokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Menurut FKUI – RSCM Jakarta pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
PROGNOSIS
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan syaraf sebelum anak menderita kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas maka :
1. Dikemidian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 % dibandingkan bila terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3 % saja.
2. Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhan dapat terjadi pada kejang fokal yang bersifat flaksit tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.
PENATALAKSANAAN
1. Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila penderita datang dalam keadaan stsatus konfusifus, obat pilihan utama adalah Diazepam yang diberikan secara IV, keberhasilannya dapat menekan kejang sekitar 80-90 % dengan efek terapeutik yang sangat cepat. Dosis obat tergantung dari berat badan yaitu :
a. BB kurang dari 10 kg : 0,5 – 0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam semprit 2,5 mg.
b. BB 10 – 20 kg : 0,5 mg /kg BB dengan minimal dalam semprit 7,5 mg.
c. BB diatas 20 kg : 0,5 mg /kg BB.
Biasanya dosis rata-rata yang terpakai 0,3 mg/kgBB tiap kali dengan maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 10 mg pada anak yang lebih besar.
2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang.
a. Semua pakaian ketat dibuka.
b. Posisi kepala miring untuk mencegah aspirasi pada lambung.
c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen bila perlu lakukan intubasi atau trakeostomi.
d. Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, TD, RR dan fungsi jantung harus diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk menilai adanya kelainan metabolik dan elektrolit. Jika suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi dengan kompres alkohol dan es. Obat untuk hibernasi adalah Clorpromazin 2-4 mg/kgBB per hari dibagi dalam 3 dosis, Prometazon 4-6 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis secara suntikan. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikosteroid dan glukokortikoid.
3. Pengobatan rumatan.
Dibagi 2 bagian :
a. Profilaksis Intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari dengan memberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretik.
b. Profilaksis jangka panjang.
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis yang terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari.

4. Mencari dan mengobati penyebab.
Pasien yang datang dengan kejang demam sebaiknya dilakukan pemeriksaan intensif seperti :
a. Pungsi lumbal.
b. Darah lengkap.
c. Gula darah.
d. Elektrolit (Kalium,Magnesium, Natrium)
e. Faal hati
f. Foto tengkorak.
g. EEG
h. Enchepalografi






B. Hipotermia
Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Hipotermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 °C. Tubuh manusia mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu antara 36,5-37,5 °C. Di luar suhu tersebut, respon tubuh untuk mengatur suhu akan aktif menyeimbangkan produksi panas dan kehilangan panas dalam tubuh.
Gejala hipotermia ringan adalah penderita berbicara melantur, kulit menjadi sedikit berwarna abu-abu, detak jantung melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha tubuh untuk menghasilkan panas. Pada penderita hipotermia moderat, detak jantung dan respirasi melemah hingga mencapai hanya 3-4 kali bernapas dalam satu menit.  Pada penderita hipotermia parah, pasien tidak sadar diri, badan menjadi sangat kaku, pupil mengalami dilatasi, terjadi hipotensi akut, dan pernapasan sangat lambat hingga tidak kentara (kelihatan).
Hipotermi terjadi bila terjadi penurunan suhu inti tubuh dibawah 35°C (95°F). Pada suhu ini, mekanisme kompensasi fisiologis tubuh gagal untuk menjaga panas tubuh.

                                                                           
Epidemiologi
  1. Usia Lanjut : orang berusia lanjut kurang sensitive terhadap persepsi suhu, kurang bergerak, dan adanya penyakit sistemik menyebabkan terganggunya fisiologis tubuh dalam menjaga suhu tubuh. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor sosioekonomik.
  2. Neonatus : neonatus rentan terhadap hipotermi karena tingginya rasio permukaan kulit dengan berat tubuh, dan kurangnya fungsi menggigil, serta rendahnya repson adaptasi terhadap lingkungan.
  3. Malnutrisi : kurangnya deposit lemak dibawah kulit menyebabkan lebih rentannya kulit kehilangan panas, dan kurangnya sumber energi yang digunakan sebagai sumber panas.
Klasifikasi
Hipotermi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber paparan yaitu :
  1. Hipotermi Primer : terjadi akibat paparan langsung individu yang sehat terhadap dingin.
  2. Hipotermi sekunder : mortalitas banyak terjadi pada fase ini dimana terjadi kelainan secara sistemik.
Hipotermi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan temperature tubuh, yaitu :
  1. Ringan = 34-36°C
Kebanyakan orang bila berada pada suhu ini akan menggigil secara hebat, terutama di seluruh ekstremitas. Bila suhu tubuh lebih turun lagi, pasien mungkin akan mengalami amnesia dan disartria. Peningkatan kecepatan nafas juga mungkin terjadi.
Sedang = 30–34°C
Terjadi penurunan konsumsi oksigen oleh sistem saraf secara besar yang mengakibatkan terjadinya hiporefleks, hipoventilasi, dan penurunan aliran darah ke ginjal. Bila suhu tubuh semakin menurun, kesadaran pasien bisa menjadi stupor, tubuh kehilangan kemampuannya untuk menjaga suhu tubuh, dan adanya resiko timbul aritmia.[5]
  1. Berat = <30°C
    Pasien rentan mengalami
    fibrilasi ventrikular, dan penurunan kontraksi miokardium, pasien juga rentan untuk menjadi koma, pulse sulit ditemukan, tidak ada reflex, apnea, dan oligouria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar